Kamis, 22 Januari 2009

CASE REPORT - Ptyriasis Versikolor

REFLEKSI KASUS
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD dr. Soebandi Jember


I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn Nuret Altis Samsidar
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur :17 tahun
Status menikah :belum menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Tempurejo

II. AUTOANAMNESA
a. Keluhan utama : bercak-bercak putih pada kedua tangan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku bercak-bercak seperti ini sejak 2 bulan yang lalu, pasien tidak mengeluhkan rasa kering atau lembab pada kulit. Gatal-gatal juga tidak dikeluhkan oleh pasien. Sebelumnya bercak berwarna merah kemudian berubah menjadi putih. Dulu bercak muncul pada kedua pergelangan tangan yang kambuh ketika memakai jaket dan berkeringat, setelah mencuci baju, serta musim hujan belakangan ini. Namun gangguan yang menurut pasien bisa sembuh sekarang menjalar spontan pada seluruh bagian tangan pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita penyakit ini sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien menderita penyakit seperti pasien
e. Riwayat Pengobatan
Fungiderm yang diberikan dari ayah pasien
f. Riwayat Alergi
Pasien tidak pernah alergi terhadap makanan maupun obat-obatan

III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis
Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : baik
Kepala/leher : dalam batas normal
Thorak Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
b. Status lokalis
Efloresensi : didapatkan makula hipopigmentasi dengan skuama halus, lentikular, bentuk tidak teratur, regional dengan tepi rata dan batas jelas.
Lokasi : Regio Anthebrachialis anterior et posterior

IV. RESUME
Seorang pasien laki-laki 17 tahun datang dengan keluhan utama bercak-bercak putih pada kedua tangannya. Menurut pasien bercak-bercak tersebut muncul sejak 2 bulan yang lalu, sebelumnya bercak-bercak tersebut berwarna merah kemudian berubah menjadi bercak-bercak keputihan. Dulu bercak-bercak muncul pada kedua pergelangan tangan yang kambuh ketika memakai jaket dan berkeringat, setelah mencuci baju, serta musim hujan belakangan ini. Namun gangguan yang menurut pasien bisa sembuh sekarang menjalar cepat pada seluruh bagian tangan pasien. Pasien tidak mengeluhkan rasa gatal pada tempat-tempat yang mengalami bercak-bercak putih tersebut. Pasien pernah menderita penyakit ini sebelumnya namun bercak-bercak terbatas pada pergelangan tangan. Ayah pasien menderita penyakit yang sama. Pasien pernah diberikan salep fungiderm oleh ayah pasien. Pasien tidak pernah alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Pada regio Anthebrachialis anterior et posterior didapatkan effloresensi makula hipopigmentasi dengan skuama halus, lentikular, bentuk tidak teratur, regional dengan tepi rata dan batas jelas.


V. DIAGNOSIS BANDING
a. Vitiligo
b. Psoriasis
c. Pityriasis alba

VI. DIAGNOSIS KERJA
Pityriasis versicolor

VII. PENATALAKSANAAN
a. Tab Ketokonazole 2x1 100mg
b. Sapoviridis
c. Krim Acidum salisilicum 3%

VIII. PROGNOSIS
Baik

Tinjauan Pustaka
Pityriasis Versikolor


Definisi
Pitiriasis versikolor adalah suatu penyakit jamur kulit yang kronik dan asimtomatik serta ditandai dengan bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang-kadang terlihat di ketiak, sela paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala (Siregar, 2005).

Insiden
Pitiriasis versikolor distibusi seluruh dunia, tetapi pada daerah tropis dan daerah subtropis. Didaerah tropis insiden dilaporkan sebanyak 40%, sedangkan pada daerah yang lebih dingin angka insiden lebih rendah, sekitar 3% pasien mengunjungi dermatologis. Di inggris, insiden dilaporkan sekitar 0,5% sampai 1% diantara penyakit kulit. Berdasarkan rasio seks terdapat perbedaan insiden, studi yang dilakukan di mesir insiden berkisar 1,8:1 pria daripada wanita. Pitiriasis versikolor kebanyakan menyerang orang muda. Grup umur yang terkena 25-30 tahun pada pria dan 20-25 pada wanita. Terdapat beberapa bukti resiko terpapar terhadap pitiriasis versikolor dapat secara genetik diturunkan. Pada studi ditemukan persentase insiden 17% dengan riwayat keluarga (El-gothamy, 2004).

Patofisiologi
Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh organisme dimorphic, lipophilic yaitu Malassezia furfur, yang dibiakkan hanya pada media kaya asam lemak rantai C12-C14. Pityrosporon orbiculare, pityrosporon ovale, dan Malassezia furfur merupakan sinonim dari M. Furfur. M. Furfur merupakan flora normal kutaneus manusia., dan ditemukan pada 18% bayi dan 90-100% dewasa (Burkhart et al, 2006).
Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat ditemukan dalam bentuk spora dan dalam bentuk filamen (hyphe). Faktor-faktor yang menyebabkan berkembang menjadi parasit sebagai berikut (Ervianti, 2005):
Endogen: kulit berminyak, hiperhidrosis, genetika, imunodefisiensi, sindrom Cushing, malnutrisi
Eksogen: kelembaban dan suhu tinggi, higiene, oklusi pakaian, penggunaan emolien yang berminyak
Beberapa faktor menyumbang peranan penting dalam perkembangan dan manifestasi klinik dari Pitiriasis versikolor. Lemak kulit memiliki pengaruh, pityrosporum merupakan jamur yang lipofilik dan bergantung kepada lemak sehingga memiliki kaitan erat dengan dengan trigliserida dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea. Ketergantungan terhadap lemak menjelaskan bahwa pitiriasis versikolor memiliki predileksi pada kulit secara fisiologik kaya akan kelenjar sebasea, dan tidak muncul pada tangan dan tapak kaki. Pitiriasis versikolor jarang pada anak-anak dan orang tua karena kulit mereka rendah akan konsentrasi lemak, berbeda dengan orang muda. Sekresi keringat, pada daerah tropikal endemik pitiriasis versikolor, suhu akan mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi komposis lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi pitiriasis versikolor. Faktor hormonal, dilaporkan bahwa kasus pitiriasis versikolor meningkat pada iatrogenik Cushing’s syndrome yang diakibatkan perubahan-perubahan stratum kulit, juga pada kehamilan dan akne vulgaris (Grigoriu et al, 1982).
Proses depigmentasi kulit pada pitiriasis versikolor bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, ras, paparan matahari, inflamasi kulit dan efek langsung Pityrosporum pada melanocytes. Studi histologi, menunjukkan kehadiran sejumlah melanocytes pada daerah noda lesi degeneratif dari pitiriasis versikolor. Hal ini memberikan petunjuk terjadinya penurunan produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada keratinocytes, kedua hal tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada kulit ( Grigoriu et al, 1982). Pendapat lain bahwa lesi hipopigmentasi terjadi karena mekanisme penyaringan sinar matahari oleh jamur, sehingga lesi kulit menjadi lebih terang dibanding dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap. Namun pendapat ini kurang tepat untuk menjelaskan hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor karena beberapa kasus hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor tanpa terpapar oleh sinar matahari (El-gothamy, 2004, Grigoriu at al, 1982).

Manifestasi Klinis
Kelainan kulit Pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut (Budimulja, 2002).
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh tokis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan nutrisi (Budimulja, 2002).
Pitiriasis versikolor muncul dengan 3 bentuk:
Papulosquamous
Paling sering bermanifestasi dalam gambaran bersisik, batas jelas, banyak, makula bulat sampai oval yang tersebar pada batang tubuh, dada, leher, ekstrimitas dan kadang pada bagian bawah perut.
Makula cenderung untuk menyatu, membentuk area pigmentasi irreguler. Area yang terinfeksi dapat menjadi gelap atau menjadi lebih terang dari kulit sekitar
Kondisi ini akan lebih terlihat pada musim panas dimana perbedaan warna akan lebih menonjol
Inverse Pityriasis versicolor
Bentuk kebalikan dari Pitiriasis versikolor pada keadaan distribusi yang berbeda, kelainan pada regio flexural, wajah atau area tertentu pada ekstrimitas. Bentuk ini lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami gangguan imunodefisiensi.
Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis, dermatitis seborrhoik, psoriasis, erythrasma dan infeksi dermatophyte.
Folliculitis
Bentuk ketiga dari infeksi M. furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini biasanya terjadi pada area punggung, dada dan ekstrimitas
Bentuk ini secara klinik sulit dibedakan dengan folikulitis bakterial. Infeksi akibat Pityrosporum folliculitis berupa papula kemerahan atau pustula.
Faktor predisposis diantaranya diabetes, kelembapan tinggi, terapi steroid atau antibiotika dan terapi immunosupresan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa M. furfur memiliki peran dalam dermatitis seborrhoik.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikologis kerokan kulit
Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa atau dengan menggunakan cellotape yang ditempel pada lesi. Setelah diambil, bahan diletakkan di atas gelas obyek lalu diteteskan larutan KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH 20% dengan 1 bagian tinta parker blueback superchrome X akan lebih memperjelas pembacaan karena memberi tampilan warna biru yang serah pada elemen-elemen jamur.
Hasil positif:
Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i, v, j) dan gerombolan spora budding yeast yang berbentuk bulat mirip seperti sphagetti with meatballs.
Hasil negatif:
Bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan pitiriasis versikolor walaupun ada spora.
Lampu Wood
Untuk membantu menegakkan diagnosis dan untuk menentukan luasnya lesi dapat dilakukan pemeriksaan dengan penyinaran lampu Wood pada seluruh tubuh penderita dalam kamar gelap. Hasilnya positif apabila terlihat fluoresensi berwarna kuning emas pada lesi tersebut (Ervianti, et al).

Diagnosis Banding
Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis seboroika, eritrasma, sifilis, achromia parasitik dari Pardo-Castello dan Dominiquez, morbus hansen, pitiriasis alba serta vitiligo.

Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan atas dasar:
Gambaran klinis yang khas
Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 20%
Pemeriksaan fluoresensi lesi kulit dengan lampu Wood (Ervianti, et al)


Penatalaksanaan
Pengobatan topikal
Selenium sulfide (2,5%) losion atau shampo; digunakan pada daerah selama 10 sampai 15 menit, diikuti dengan mandi, dipakai selama 1 minggu.
Propylene glycol 50% solution; dua kali sehari selama 2 minggu.
Shampo ketokonazole dikombinasikan dengan shampo selenium sulfide
Krim azole (ketokonazole, econazole, miconazole, clotrimazole); dipakai 4 kali atau 2 kali sehari selama 2 minggu.
Terapi Sistemik
Ketoconazole: 200 mg perhari selama 7 sampai 14 hari
Ketoconazole (400 mg) atau fluconazole (400 mg dosis sekali), diulang setelah 1 minggu.
Itraconazole: 200 mg dua kali sehari pada satu hari; 200 mg untuk 5 hari
Terapi profilaksis
Shampo ketokonazole sekali atau dua kali seminggu. Lotion atau shampo selenium sulfide (2,5%). Sabun asam salisilat/sulfur. Pyrithion Zinc (sabun atau shampo). Propylene glycol 50% solution sekali sebulan (Fizpatrick et al, 1997).
Penelitian dengan shampo 0,5% coal tar dapat menghambat pertumbuhan jamur, shampo 2,5% selenium sulfide dan 1% dan 2% zinc pyrithione secara signifikan lebih menghambat. (Leyden, et al 1982). Penelitian ketoconazole menunjukkan respon yang baik terhadap pitiriasis versikolor dengan sedikit efek samping. Diantara 90 pasien setelah pengobatan, 84 pasien (93%) sembuh. 6 Pasien pengobatan lanjut 2 minggu ketokonazole dan sembuh. Keluhan gatal berkurang cepat sebanyak 89% pasien dalam waktu 4 minggu. Sisik menghilang lebih lamban dengan 71% pasien sembuh dalam 4 minggu (Giam et al, 1984). Penggunaan sabun sebaiknya dikombinasikan dengan antijamur topikal lainnya atau sebagai terapi perawatan hal ini berdasarkan penilitian (Bari, et al 2008).
Pakaian, kain sprei, handuk, harus dicuci dengan air panas. Kebanyakan pengobatan akan menghilangkan bukti infeksi aktif (skuama) dalam waktu beberapa hari, tetapi untuk menjamin pengobatan yang tuntas pengobatan ketat ini harus dilanjutkan beberapa minggu.
Perubahan pigmen lebih lambat hilangnya. Daerah hipopigmentasi belum akan tampak normal sampai daerah itu menjadi coklat kembali. Hal ini dapat terjadi karena M. furfur dapat menghasilkan suatu zat, yaitu asam azelat yang dapat menghambat pertumbuhan pigmen. Sesudah terkena sinar matahari lebih lama daerah-daerah yang hipopigmentasi akan coklat kembali. Meskipun terapi nampak sudah cukup, kambuh, atau kena infeksi lagi merupakan hal biasa, namun selalu ada respons terhadap pengobatan kembali.

Prognosis
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Wood dan sediaan langsung negatif (Budimulja, 2002).


DAFTAR PUSTAKA


Bari, A. U. & Naeem, M. An Open, Controlled Trial of 10% sulphur-3% Salicylic Acid Soap Versus Bland Soap for the Treatment of Pityriasis Versicolor. Journal of Pakistan Association of Dermatologists 2008; 18: 154-158.

Burkhart, C.G., Gottwald, L. & Burkhart, C. N. 2006. Tinea Versicolor. eMedicine. [http: www.emedicine.com/tinea/versicolor/overview.htm].

Djuanda A., Hamzah, M & Aisah S. 2002. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Flitzptrick, T. B., Johnson, R. A., Wolff, K. Polano, M. K., Suurmond, D. 1997. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. United States of America: The McGraw-Hill Companies.

Giam Y S. & Rajan V S. Oral Ketoconazole-A New Treatment for Tinea Versicolor. Singapore Medical Journal Volume 25 No. 3 June 1984

Grigoriu D. & Balus L. 1982. Pityriasis versicolor. German: CILAG LTD.

Leyden, J. & McGinley, K. J. Antifungal Activity of Dermatological Shampoos. Arch Dermatol Res (1982) 272:339-342.

Siregar, R.S. 2005. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC


Zenab M. G. El-Gothamy. A Review of Pityriasis Versicolor. J. Egypt Wom Dermatol Soc. Vol. 1. No. 2. 2004:36-43.

1 komentar:

  1. terima kasih..dokter sudah mmbntu mnyelesaikn tgs saya..tp saya bingung,apakh tinea versikolor dg pityriasis versikolor tu sama..hmm..

    BalasHapus